# Oh Sehun
Hari ini masih sama
seperti hari-hari biasanya, membosankan. Apalagi ditambah tugas mengarang ini. Aku
lebih memilih guru yang tak kalah membosankan itu hadir dan mengajar di depan
kelas daripada harus menerima tugas ini. Apakah di dunia ini tidak ada hal yang
lebih penting dari sekedar membuat berlembar-lembar karangan penuh huruf ini?
Aku yakin para orang berdasi hitam diatas sana selalu mendapat nilai A+ pada
pelajaran mengarangnya dulu, pintar sekali membohongi rakyatnya.
Kulirik Kai yang
sedang semangat menulis disampingku, tidak seperti biasanya anak itu
mengerjakan tugas mengarang ini. Ah..tentu saja, pacarnya saja seorang
pendongeng ulung. Dia sungguh beruntung mendapat gadis mandiri seperti itu,
tulisannya akan keluar seminggu sekali di majalah anak-anak TK itu.
“Kau mau kemana?”
Kai menoleh kearahku.
“Perpustakaan.”
“Aish...sudah sekali. Aku bisa gila memikirkan karangan
ini..” Oh Sehun mengacak rambutnya frustasi, ia sangat benci jika disuruh
mengarang, beberapa orang diruangan itu melihatnya dengan tatapan aneh.
Ah..benar saja, dia telah mengganggu konsentrasi mereka. Pemuda tanpa ekspresi
itu hanya menatap mereka dengan tatapan datar seperti biasa –mengapa melihatku
seperti itu?– dan mereka segera kembali menghadap buku-buku tebal mereka.
“Bolehkah aku duduk disini?” seseorang membuatnya menoleh.
“Disini terlihat lebih tenang daripada meja lainnya” dia
benar,di meja ini hanya ada pemuda itu saja. Pemuda itu mengangguk pada gadis didepannya.
“Tentu saja..” gadis bermata sipit itu lalu duduk dihadapan
pemuda –yang juga memiliki mata tak kalah sipitnya– menekuni bukunya yang lagi-lagi terlihat
tebal dan pemuda itu kembali hanya menatapi kertas putih dihadapannya.
“Kau baik-baik saja..” pemuda tinggi itu mendongakkan
kepalanya mendapati gadis itu sedang menatapnya lalu mengikuti arah pandangan
pemuda itu menuju kertas. Ia tertawa kecil.
“Kau hanya perlu menuliskan apa yang kau rasakan, apapun
itu..” dia tersenyum lembut pada pemuda itu, membuat organ didalam tubuh pemuda
itu berdetak lebih cepat dari biasanya. Pemuda itu menatap gadis didepannya, ia
tidak pernah seperti ini sebelumnya.
“Apa yang sedang kau pikirkan?”
“Entahlah..” jawab pemuda itu terlihat tidak peduli,
karena saat ini yang ia pikirkan adalah apa yang sedang ia rasakan.
“Aku hanya ingin membantumu..” gadis itu lalu menyandarkan
kembali punggungnya dikursi yang didudukinya sambil mengangkat buku yang
sedikit tebal itu setelah mendengar jawaban dingin pemuda dihadapannya. Ia
merasa sedikit kesal, ia hanya ingin membantu.
“Entahlah, aku benar-benar tidak tahu apa yang sedang
kupikirkan..” gadis itu kembali menurunkan bukunya dan menatap pemuda yang
terlihat putus asa itu, senyum lembut kembali ia berikan.
“Bukankah itu menulis bebas?” pemuda itu mengangguk kaku.
“Bagaimana jika kau mendiskripsikan ruangan ini..” gadis
itu memandang ke sekeliling.
“Kau bisa menulis tentang ruangan ini atau sedikit
mengubahnya menjadi prosa dan menambahkan tokoh didalamnya..” gadis itu
menjelaskan sambil berbisik-bisik kecil, sungguh lucu. Pemuda itu tertawa
kecil.
“Kenapa kau tertawa?” pemuda itu hanya menggeleng dan
menunjuk sebuah papan disudut ruangan –Harap tenang!– yang berukuran cukup
besar.
“Terima kasih..” pemuda itu tersenyum kaku karena
mendapati dada kirinya kembali bergejolak saat gadis itu tersenyum lembut
padanya.
Pemuda itu mulai menulis, sesekali ia melirik gadis
didepannya yang sedang menekuni buku tebalnya. Cantik, hanya itu yang ada
dibenak pemuda itu. Ia mencoba melirik nametag gadis didepannya.
“Huh...ada apa denganku?” batinnya
Park Ji Eun...
“Seperti caramu
tersenyum lembut pada saat itu, andai kau bisa terbang ke pintu hatiku yang
terbuka..” aku seketika mengangkat kepalaku menoleh kesamping, Kai tengah
membaca hasil karanganku.
“Kutulis semua
tentangmu dalam memoriku, yang takkan pernah terhapus, sayangku..” Kai semakin
meninggikan volume suaranya sambil tertawa saat aku mendelik ke arahnya.
Seluruh orang dikelas ini sudah melihat kearah kami dengan tatapan penasaran,
beberapa malah terkikik kecil. Pemuda ini telah menghancurkan reputasiku. Aku
merebut kertas itu, tapi pemuda hitam itu ternyata lebih gesit dariku.
“Hya...Kim Jongin!
Berikan padaku!” aku menarik kerah bajunya.
“Huu...calm down, Sehunnie..” Kai menatapku
dengan tatapan menggoda, apa maksudnya? Aku merebut kertasku dan melepaskannya.
“Kau ternyata berbakat
juga..” Kai kembali duduk disampingku dan aku kembali menelungkup di meja.
“Kurasa kau bisa
bekerja sama dengan Hye Jung..” aku tak menanggapinya.
“Kau masih
memikirkannya?” nada suara pemuda itu memelan.
“Kau sangat
mencintainya ternyata, gadis itu sungguh hebat bisa membuat pemuda sepertimu
jatuh cinta” pemuda itu menepuk bahuku sebelum pergi. Kuakui, dia memang hebat.
Aku kembali membaca
karanganku, memang lucu aku bisa membuat kata-kata seperti ini. Namun kata-kata
itu memang meluncur begitu saja saat aku menulis. Entah apa yang menggerakkanku
untuk menulis kisah kami, mungkin aku rindu padanya. Kami hanya bertemu sekali
dan itu sekaligus perpisahan bagiku, di perpustakaan itu, saksi bisu kami.
“Sehun-a..” aku
menolehkan kepalaku ke pintu kelas, kepalanya menyembul kedalam.
“Mereka sudah
kembali, anak-anak pertukaran pelajar. Park Ji Eun..”
Cerita kita takkan
pernah berakhir walau aku telah sampai pada halaman terakhir tulisan tentangmu.
Dan akan kuhapus semua kalimat sedih ini...
No comments:
Post a Comment